Gunung Palung Orangutan Conservation Program
Perkenalkan nama saya Ishma Fatiha, mahasiswa Biologi UIN Jakarta. Sudah 6 bulan saya tinggal di Kalimantan, pulau yang orang bilang “penuh cerita mistis”, tepatnya di Stasiun Riset Cabang Panti, Taman Nasional Gunung Palung. Awalnya gak kepikiran gimana harus tinggal 6 bulan di tengah hutan, waktu itu hanya pikir ya jalanin ajalah ya mau gimana juga. Sebelum datang pun sudah diberitahu bagaimana kondisi di CP, dari mulai jalan menuju ke sana yang harus jalan kaki 18 Km, bagaimana di camp, jarang ada sinyal juga dan sebagainya.
Pertama datang ke CP itu tanggal 11 Februari 2018. Mulai jalan dari Tanjung Gunung, sekitar jam 3 sore dan sampai di camp jam 8 malam. Saat itu sangat tidak menikmati perjalanan, mungkin karena baru pertama kali. Rasanya capek banget dan saat sampai di camp pun sudah tidak ada mood untuk lihat-lihat (gelap juga sih, ga bisa liat-liat). Intinya sampai camp langsung mandi, makan dan tidur. Dan keesokan paginya saat bangun dan keluar camp, baru sadar kalo sudah ditengah hutan dan itu indah banget.
Hari kedua di sana, hanya istirahat dan presentasi tentang penelitian yang mau dilakukan disana. Selain itu juga diajak lihat-lihat seluruh isi camp, mulai dari camp Cabang Panti, camp nyamuk, camp litho, gudang makanan, sungai tempat mandi dan lab. Sebenarnya paling ‘wow banget’ sama lab, karena aku kan pakai lab untuk proyek penelitianku dan ini lab lapangan paling lengkap yang pernah aku liat selama ini. Meskipun ya namanya juga di lapangan, ada aja kendalanya sih, tapi enjoy banget buat kerja disana bahkan sampai malam. Yang paling gak ngebosenin pas kerja di lab itu karena bisa sambil liat ke hutan sih. Kadang lagi kerja tiba-tiba sekelompok macaca datang dan makan di mangifera samping camp. Atau ada rangkong dan trogon yang bertengger di pohon sekitar camp, colugo entah dari mana muncul dan hinggap di batang pohon dan bahkan orangutan (re: Bibi-Bayas) yang seringkali datang buat makan mangifera dan cempedak dekat camp.
Pada waktu awal-awal datang di camp sedang tidak ada orangutan. Jadi hanya ikut asisten untuk cari orangutan sekalian menghafal trail (jejak) atau rintis yang ada di Cabang Panti. Saat pertama jalan disana semua rintis terlihat sama dan rasanya bakal tersesat terus kalau jalan sendiri. Tapi kelamaan malah lebih suka untuk cari orangutan sendiri. Karena lebih fokus dan bisa liat-liat hal lain juga yang kadang gak disadari pas jalan sama orang lain dan juga malah lebih cepat hafal rintis ketika jalan sendiri. Yaa.. karena mau gak mau harus cari jalan buat balik ke camp. Selama 6 bulan disana kayaknya hampir setiap hari pergi ke hutan buat cari orangutan, tapi frekuensi ketemunya sedikit banget. Sampai kadang lupa kalo kesana buat orangutan dan malah keasyikan liat rangkong (yang gak ada sih di tempatku), atau hal lain yang menarik disana.
Bicara ketemu orangutan, aku ingat pertama ketemu orangutan itu langsung ketemu 3 individu, Tari- Telur- Tawni. Mereka ibu- remaja- anak. Waktu itu sih yang ketemu pertama itu Brodie. Kemudian dia hubungi lewat radio. Jadi asisten tahu dimana orangutan itu dan bisa langsung follow. Aku inget mikir wow ternyata ini orangutan di hutan yang sebenarnya, dan disitulah pertama tau gimana rasanya ikut orangutan sampai ke sarangnya juga gimana susahnya ikut pergerakan mereka. Kalau pengalaman pertama ikut orangutan tanpa asisten itu ikut sama Tari-Tawni juga dan juvenil yang tidak dikenal. Waktu itu hanya berdua dengan Uci dan orangutan tidur sangat malam. Hasilnya, semua orang di camp panik karena kami masih baru dan belum hafal rintis, dan mereka pikir kami tersesat.
Setelah sekitar 3 minggu di camp, aku baru mulai ambil sampel feses dan kerja di lab untuk proyek penelitianku. Kenapa lama?, Ya karena harus menyesuaikan diri, latihan pakai alat lapangan dan lab dan juga karena sulitnya cari orangutan saat itu. Udah gitu ada orangutan pun belum tentu ada feses. Karena tidak bisa diprediksi apakah orangutan defekasi hari itu atau apa jumlahnya cukup untuk semua analisis. Dan hal yang jadi tantangan juga pas lagi koleksi sampel feses, mulai dari harus cari dimana fesesnya jatuh sampai resiko ketimpa feses orangutan. Pernah sekali ketimpa feses orangutan. Kesel sih, tapi seneng juga karena dapet sampel (btw harus hati-hati sama feses orangutan karena potensi zoonosis itu). Ya itu pelajaran juga sih harus liat-liat kalo mau ambil sampel. Analisis di lab juga jadi satu tantangan. Itu karena listrik hanya ada di sore hari dan alat lab butuh listrik juga. Jadi kadang ngelab sampai malam banget kalau lagi banyak sampel (dan kadang sendirian karena semua orang udah selesai kerja).
Tapi meski lama, enaknya disana semua orang mau bantu kami untuk belajar (banyak banget sih yang harus dipelajari) dan bahkan juga bantu proyek kami. Itusih yang buat betah banget. Ya karena hidup di tempat yang sama, dalam waktu yang lama, di hutan ketemu dia, di camp dia lagi, jadi kekeluargaannya kerasa banget. Semua orang berusaha agar satu sama lain tuh betah dan gak bosen. Ya kadang ngeselin sih karena bercandanya berlebihan, tapi mungkin itu jadi hal yang nanti bakal diingat pas sudah tidak di CP.
Sebenarnya susah banget buat nulis ini. Bingung, gak tau apa yang harus ditulis. Padahal 6 bulan tapi terasa singkat banget. I try to keep track of everything in my head, big things to little things, but its like trying to hold on to a fistful of sand. Meski rasanya banyak yang ingin diceritakan tapi bingung. Intinya i hope i will have a chance to come to CP again someday (saya berharap, saya punya kesempatan untuk berkunjung ke CP suatu hari nanti).
Penulis : Ishma Fatiha, Mahasiswa Biologi UIN Jakarta