Gunung Palung Orangutan Conservation Program
Rabu (10/8/2016) pekan lalu, BKSDA Kalimantan Barat melalui Seksi Konservasi Wilayah (SKW) I Ketapang melakukan evakuasi 1 bayi Orangutan (Pongo pygmaeus) di Dusun Kusik Pakit, Desa Rangga Intan, Kecamatan Jelai Hulu, Ketapang, Kalbar. Bayi Orangutan yang diselamatkan tersebut berusia ± 1 tahun, berkelamin jantan serta dalam kondisi baik, bayi Orangutan yang itu dipelihara oleh pemiliknya bapak Gampau, kurang lebih selama bulan itu selanjutnya diselamatkan (rescue).
Ruswanto selaku Kepala SKW I Ketapang menceritakan bahwa pada 25 Juli 2016 SKW I Ketapang, ia menerima laporan secara tertulis dari Yayasan Palung dengan nomor laporan 167/Lap-OU/PPS-Hukum/YP/VII/2016 tentang kasus pemeliharaan Orangutan. Selanjutnya melalui koordinasi dan diskusi maka BKSDA Kalbar melalui Tim Evakuasi dan Penyelamatan TSL SKW I Ketapang bersama Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia (YIARI) melakukan evakuasi bayi Orangutan tersebut. Sebelum dilakukan evakuasi terlebih dahulu dilakukan pendekatan secara persuasif dan edukatif kepada pemilik (pemilihara) Orangutan. Setelah dilakukan pendekatan secara persuasif pemilik bayi Orangutan menyerahkannya kepada pihak yang berwewenang. Setelah dilakukan evakuasi, bayi Orangutan dibawa ke pusat rehabilitasi yang dikelola YIARI sebelum dilepasliarkan ke habitat aslinya.
Ruswanto berharap agar masyarakat turut serta membantu pemerintah melindungi satwa-satwa langka yang dilindungi undang-undang dengan tidak memelihara di rumah secara pribadi melainkan membiarkan hidup bebas di habitat aslinya. Terkait larangan ini sudah sangat jelas dan tegas diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya Pasal 21 ayat 2 huruf (a) bahwa setiap orang dilarang menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup dan huruf (b) bahwa setiap orang dilarang menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup atau mati. Serta dalam pasal 41 ayat 2 bahwa Barang siapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Triana, Direktur Yayasan Palung menambahkan bahwa hutan di kabupaten Ketapang dan Kabupaten Kayong Utara terutama hutan rawa gambut menjadi tempat yang nyaman bagi Orangutan untuk hidup. Namun sangat disayangkan hutan di dua kabupaten ini sudah sulit ditemukan kawasan hutan yang aman bagi hewan arboreal yang sebagian besar tinggal di atas pohon terutama hutan rawa dataran rendah. Selain itu juga, meskipun penyebaran isu penyelamatan Orangutan cukup besar dilakukan, namun pada kenyataannya praktek kejahatan terhadap satwa dilindung terutama kasus pemeliharaan masih terjadi hingga kini.
Orangutan bagai diserang dari berbagai sudut baik serangan terhadap individu Orangutan yang terus diburu, disayang dan diperdagangkan dalam usaha meraup keuntungan. Bahkan sangat tragis juga terjadi pada habitat Orangutan yang terus dibuka untuk kepentingan perkebunan dan pertambangan. Kurangnya perhatian akan hak-hak hidup Orangutan membuat Orangutan terus tergusur dari habitat aslinya.
Bahkan hingga saat ini terdapat 100 lebih individu di pusat rehabitas yang dikelola YIARI. Ini harus mendapatkan perhatian kita semua termasuk perhatian pemerintah daerah untuk menyediakan kawasan hutan yang betul-betul aman dan nyaman sebagai kawasan pelepasliaran Orangutan. Juga perlu disadari bahwa membicarakan konservasi Orangutan tidak terlepas dari membicarakan kebijakan di tingkat pemerintah daerah. Karena kebijakan di tingkat daerah terutama kebijakan terkait pembangunan di segala bidang harus berwawasan lingkungan. Karena kebijakan yang tidak berwawasan lingkungan akan membawa dampak yang besar terhadap kelestarian Orangutan dan habitatnya.
Petrus Kanisius & Edi Rahman-Yayasan Palung