Ikut Serta dalam Survei Biodiversitas, Satu Diantara Aktivitasku sebagai relawan Konservasi di Yayasan Palung

Menggunakan motor air menuju lokasi survei di Hutan Desa Rantau Panjang. (Foto : Tim Survei Yayasan Palung).

Bervolunteer (menjadi relawan) merupakan keinginan saya sejak berusia 14 tahun, terinspirasi dari seorang pendiri yayasan non profit yang membuat saya berkeinginan untuk belajar lebih dalam tentang satwa dan tumbuhan khususnya hewan endemik Orangutan. Saya masih ingat cita-cita pertama saat saya masih bersekolah di Taman Kanak-kanak, yaitu bekerja di kebun binatang, mengira dapat menghabiskan banyak waktu dengan binatang-binatang favorit saya. Sampai akhirnya saya berlabuh di Ketapang untuk bervolunteer di Yayasan Palung (YP), yang berlokasi di Ketapang, Kalimantan Barat. Sebuah kesempatan yang akan menjadi kenangan berkesan untuk saya pribadi. Sudah 3 bulan saya berada di Ketapang, dan kali ini saya akan bercerita mengenai salah satu kegiatan yang saya ikuti, yaitu survei biodiversitas.

Survei ini kami lakukan di kawasan hutan lindung gambut Sungai Paduan dan hutan produksi Sungai Purang. Di mana pada kawasan tersebut terdapat beberapa hutan desa. Tujuan survei kali ini adalah untuk menilai populasi orangutan, ketersediaan pohon pakan, serta mengetahui potensi flora dan fauna penting lainnya, terutama yang tergolong kedalam jenis-jenis endemik, langka dan dilindungi yang terdapat di dalam kawasan tersebut. Hasil dari analisa data lapangan ini juga dapat dijadikan acuan langkah konservasi dalam pengelolaan hutan desa demi tercapainya hutan lestari dan masyarakat sejahtera. Dari situ, masyarakat dapat menggunakan zona pemanfaatan hutan desa, salah satunya menanam tumbuhan yang memiliki nilai ekonomis sesuai dengan program dari hutan desa. Adapun lokasi Hutan Desa yang sudah saya kunjungi antara lain hutan di desa Pulau Kumbang, Padu Banjar, Rantau Panjang, dan
Penjalaan.

Persiapan tim dalam melakukan survei tersebut antara lain barang logistik (makanan), perlengkapan masak, dan barang-barang untuk bermalam seperti hammock dan sleeping bag, tak lupa perlengkapan riset seperti GPS, pita ukur, catatan lapangan, meteran dan tagging untuk menandai pohon dan sarang. Kami memasuki transek (jalur pengamatan) dengan berbekal sepatu boots, baju lengan panjang dan topi, untuk melindungi diri dari kemungkinan terkena duri atau getah pohon yang membuat kulit gatal / alergi. Dengan tim inti dari Yayasan Palung beranggotakan Andre Ronaldo sebagai ahli botanis yang bertugas mengidentifikasi tumbuhan. Erik Sulidra sebagai Manager dari program Pengamanan Habitat dan Satwa, bertugas untuk mengidentifikasi sarang orangutan dan satwa lainnya seperti aves dan mamalia. Ada pula Hendri Gunawan dan Sidiq Nurhasan yang berperan memasang tagging pada pohon, mengambil titik GPS, pemasangan pita tanda jejak dan data lainnya yang diperlukan. Kegiatan survei ini juga bekerjasama dengan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Kayong, dan  Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) di masing-masing hutan desa yang kami masuki.

Saat kami menemui sarang Orangutan, beberapa data yang perlu diambil antara lain, kelas sarang, ketinggian pohon sarang, posisi sarang, jenis pohon di mana sarang itu berada. Selama saya mengikuti survei kami menemukan lebih dari 50 sarang orangutan, puluhan jenis burung dan ratusan jenis pohon.

Foto-foto dokumentasi saat survei di Kawasan Hutan Desa

Foto dok : Tim Survei Yayasan Palung

Di dalam hutan tempat kami berkemah, di pagi hari kami disambut dengan suara kelempiau bersahutan, dan sinar matahari masuk menembus pepohonan yang hangatnya sampai terasa ke kulit. Saat itulah kami segera menyiapkan diri untuk melakukan survei. Di lapangan, survei dimulai dengan pembukaan jalur transek oleh perintis, kemudian diikuti oleh tim sarang, baru disusul oleh tim vegetasi. Kami menyusuri dengan teliti setiap sudut hutan rawa gambut sejauh 1.000 m.  

Hati saya bergetar ketika mendengar suara enggang yang bersahutan. Keberadaan jenis enggang merupakan salah satu penanda bahwa kawasan hutan tersebut masih baik. Dari 8 jenis enggang yang ada di Borneo, kami menjumpai empat jenis di kawasan hutan desa (enggang badak, enggang klihingan, julang emas dan kengkareng hitam). Untuk pohon langka, yang saya temui salah satunya ada pohon Ramin (Gonystylus bancanus) yang katanya dulu menjadi pohon primadona di kawasan gambut, karena bernilai ekonomis yang tinggi.

Kami juga menjumpai kantung semar endemik jenis Kantong Semar Bertaring (Nepenthes bicalcarata) . Hewan lain yang kami temui di lapangan antara lain Kelempiau atau Owa (Hylobates albibarbis), indikasi keberadaan Beruang madu (Helarctos malayanus) terlihat dari bekas cakarnya pada batang pohon. Kami juga menemukan jenis reptil seperti Ular Pit Viper Hijau (Tropidolaemus subannulatus borneo), dan tentu saja kami menemukan sarang dari Orangutan (Pongo pygmaeus wurmbii). Di hutan juga terdapat banyak pohon dengan akar napas sebagai penanda bahwa hutan tersebut merupakan tipe hutan Rawa Gambut. Hutan rawa gambut yang kami datangi merupakan hutan sekunder, artinya hutan ini dalam fase pertumbuhan untuk pemulihannya dari bekas tebangan. Saya berharap hutan-hutan tersebut dapat tumbuh dengan baik, karena banyak sekali fungsi ekologis yang diberikan kepada manusia apabila hutannya sehat. Cadangan air tawar, dan daerah resapan banjir adalah contoh yang sangat-sangat kecil dari keuntungan ekologis apabila hutannya terjaga. Intinya, manusia sangat butuh hutan sebagai penyokong kehidupannya.

Survei terakhir yang saya ikuti sangatlah menyenangkan, kami harus menggunakan perahu motor untuk sampai ke lokasi Hutan di Rantau Panjang, melewati Sungai Purang. Saat perjalanan dari atas perahu motor kami melihat Bekantan (Nasalis larvatus) diatas pohon di pinggir sungai bersama kawanannya. Hewan lain yang kami temui, beberapa burung migrasi jenis Tiong-lampu biasa (Eurystomus orientalis) dan seekor Buaya Muara (Crocodylus porosus). Perjalanan susur sungai tersebut mengingatkan saya akan satu wahana (Istana Boneka) di Dunia Fantasi, Ancol. Saat sampai, kami langsung membangun tenda di pinggir sungai. Memandangi cantiknya langit sore dan hamparan bintang saat malam hari yang sulit saya ditemui di Jakarta karena polusi. Hal itu membuat saya lebih bersyukur akan ciptaan-Nya yang indah.

Sampai kapan kekayaan ini bisa kita nikmati? Hutan yang lebat, fauna dan flora yang beragam, semoga kelak bila saya diberi kesempatan untuk kembali ke tanah Borneo, hal ini masih bisa saya nikmati. Bukan banjir dan tanah longsor, seperti berita yang akhir-akhir ini viral di media sosial. Tugas dan tanggung jawab kita semualah untuk menjaga titipan Tuhan yang begitu berharga ini. Alam tempat kita hidup, terlah memberi semua yang kita perlukan. Jangan lupakan tanggung jawab kita untuk memeliharanya. Karena begitu alam murka, habislah kita.

Begitulah cerita saya dalam mengikuti kegiatan survei biodiversitas, semoga hutan dan keanekaragaman
hayati yang terkandung di dalamnya bisa terjaga sampai ke generasi berikutnya.

Penulis : Vanessa (Volunteer Yayasan Palung)

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

%d blogger menyukai ini: