Hutan Menyapa Menanti Asa

Deforestasi yang terjadi di Kalimantan. (Foto : Rhett A Butler/ mongabay.co.id).

Hutan  semestinya satu itu yang aku tahu

Kini andai boleh lagi menyatu

Peduli itu kata yang ku tahu, tapi aku hanya benalu

Aku (kita manusia) sekarang benalu, benalu yang selalu menjadi parasit dari waktu ke waktu

Lihatlah, hutan yang tak lagi mampu kuat menopang

Kering kerontang yang tak jarang menjadi bomerang

Gaduh mengaduh tak ubah seperti perang

Lihatlah hutan diserang, diterjang dan semakin sulit diperjuang

Hutan dan aku semestinya satu, bukan rebah tak berdaya tetapi kokoh berdiri

Kita sebagai bagian dari satu kesatuan hutan selalu punya mimpi

Menjadi hutan berarti menjadi payung dan penopang yang harus lestari

Hingga kini yang ku tahu dari dulu adalah kata untuk selalu harmoni

Hutan, kita dan satwa, itu yang katanya harus satu dan harmoni selalu

Mengapa hingga kini tak sedikit yang megeluh dan mengadu

Mengadu tentang riuh hutan dan satwa  yang menangis sendu

Ruang rindu hutan yang kokoh tersisa tak lagi mampu  

Hutan dan kita sama-sama terjepit dalam sunyi sepi tanpa banyak yang peduli

Congkak mulut dan tangan-tangan tak terlihat berteriak, bersorak selalu mengintai

Nada-nada bijaksana berganti fatamorgana yang mengintai

Menanti pongah serapah, seingatku hutan dan kita sama tidak sedang baik-baik saja kini

Puisi ini juga dimuat di : https://www.kompasiana.com/pit_kanisius/6253dbbe3794d170b22bbc32/hutan-dan-aku-bersorak-menanti-asa

Ketapang, Kalbar, 11 April 2022

Petrus Kanisius-Yayasan Palung

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

%d blogger menyukai ini: