Gunung Palung Orangutan Conservation Program
Semaian aneka ragam bibit seperti gaharu, buah-buahan milik Yohanes Terang. Foto dok. YP
Menyemai, memilihara, sekaligus sebagai penjaga hutan Laman Satong, lebih tepatnya hutan di kawasan Dusun Manjau. Setidaknya itu yang ia lakukan dalam mengisi hari-harinya. Kemarin, tepatnya tanggal 18 hingga 22 Mei 2016, saya berkesempatan untuk mengintip aktivitas si penyemai, pemelihara, dan penjaga yang tersisa. Lalu, siapakah sosok tersebut?.
Tanpa paksaan, tanpa disuruh ia terus melakukannya. Si penyemai, pemelihara yang tersisa tersebut adalah Yohanes Terang. Hari-harinya dikenal selalu bersyukur. Mengingat, setiap aktivitas Kek Alui begitu ia sehari-hari disapa karena cucu tertuanya bernama Alui selalu memulai dengan doa dan ucapan syukur kepada Sang Pencipta. Demikian pula saat tidur dan bangun tidur. Boleh dikata, beliau sangat religius.
Dikatakan sebagai penyemai hari-harinya menebarkan bibit-bibit yang telah siap ditanam dan menyemai kembali bibit-bibit tanaman kecil di polybag, tanaman pohon yang nantinya menjadi cikal bakal hutan nantinya. Pemelihara karena ia tanpa untuk memelihara, menjaga serta mempertahankan hutan yang tersisa. Sejatinya tidak hanya sekedar sebagai penyemai, pemelihara, dan penjaga, tetapi juga sebagai penabur kasih kepada bumi untuk berlanjut.
Hari pertama mengikuti aktivias Yohanes Terang, saya diajak untuk berkeliling tanaman buah-buahan, kebun pisang, dan ragam tanaman seperti durian, cempedak, dan tanaman gaharu (garu, demikian masyarakat setempat menyebutnya).
Tidak hanya itu, tanaman karet dan berhektar-hektar hutan di belakang rumahnya terlihat menjulang kokoh berjejer rapi, hutan tersebut miliknya. Kolam ikan dan beribu-ribu jenis bibit tertata rapi di tempat pembibitannya. Beragam bibitnya seperti tanaman gaharu, kopi, bibit tanaman buah serta bambu tertata, demikian pula dengan pepohonan rimbun yang tumbuh di sekitar rumahnya.
Bibit bambu milik Yohanes Terang. Foto dok. YP
Setiap pagi menjelang dan senja menyapa, Yohanes Terang selalu rutin untuk menyirami bibit-bibitnya. Di hari kedua, saya bersama dengan Yohanes Terang berkunjung di kebun pisangnya miliknya. Hari itu, kami memanen dua tandan pisang. Terlihat, beberapa pohon pisang sedang berbuah, tetapi belum semuanya matang. Ada pisang raja, ada pisang ambon, pisang nipah. Ketiga, di pagi hari, saya berkempatan untuk melihat karya-karya puisi yang ia tulis.
Bibit kopi milik Yohanes Terang. Foto dok. YP
Saya juga berkesempatan untuk mengetikkan karyanya ke dalam bentuk dokumen. Karena, banyak karyanya yang ditulis tangan. Hari keempat, saya berkesempatan berkeliling-keliling, mungkin kata yang cocok. Berkeliling-keliling untuk melihat hamparan hutan miliknya dan beberapa tanaman buah yang keberadaannya berbatasan dengan perusahaan-perusahaan. Tercatat terdapat perusahaan perkebunan yang mendiami wilayah Laman Satong. Di hari terakhir, bertepatan dengan hari Minggu, saya mengikuti aktivitas Bapak Yohanes Terang untuk misa hari Minggu di Gua Kiderun. Setelah misa selesai, saya diajak melakukan panen buah jeruk bali dan melihat Viktor, Bapak Alui, anak sulung Pak Yohanes Terang saat melakukan penyuntikan (inokulasi) untuk beberapa gaharunya. Ia pun berharap, semoga ada hasil yang baik dari penyuntikan gaharunya satu tahun mendatang.
Berikut sekilas tentang Yohanes Terang, kakek usia 60 tahun tersebut sedikit banyak memberikan makna kata dan makna kehidupan yang tertuang beberapa karyanya dan perbuatan nyatanya di masyarakat lebih khusus di wilayah Desa Laman Satong. Boleh dikata, Bapak Yohanes Terang sebagai perintis pertama untuk mendiami wilayah Manjau dan mempertahankan beberapa wilayahnya dari himpitan sawit dan bauksit. Pak Terang juga sebelumnya di era 1980 hingga tahun 2006 pernah dipilih oleh masyarakatnya menjadi kepala desa selama dua periode. Saat ini beliau juga menjadi pengawas di Yayasan Palung.
Hutan, manusia dan satwa sejatinya merupakan satu kesatuan. Menurut Yohanes Terang, hutan sebagai sumber kehidupan bagian semua makhluk hidup. Demikian juga, bumi sebagai sumber hidup bagi makhluk yang mendiaminya. Lebih lanjut, ia berujar, dari hasil buah-buahan di hutan miliknya menjadikan kakek dari 4 orang cucunya itu merasa alam dan lingkungan sebagai sumber kehidupan. Cikal bakal hadirnya Hutan Desa Manjau juga tidak luput dari andilnya. Setidaknya, ada hutan desa 10.70 ha di sana dan beliau menjadi salah seorang yang memiliki keikhlasan untuk menyemai, memilihara, dan menjaga bumi untuk terus berlanjut melalui karya-karyanya.
Pak Yohanes Terang saat memanen Pisang di kebun miliknya. Foto dok. YP
Berikut beberapa renungan dan puisi Yohanes Terang yang sedikit banyak memiliki arti dan makna dalam tentang alam, karya dan kepedulian sosialnya :
Alam Menangis
Aku tercipta sangat sempurna tidak ada kepalsuan, semua sepuhan sejati. Aku gagah, megah, indah tak ada yang menandingi.
Aku segalanya bagi semua yang tercipta tanpa kecuali.
Aku merasa kini telah berubah, uzur dan lemah hampir terasa hampir mati.
Kini, tubuhku telah lemah lunglai tak berdaya dari hari kehari. Batinku menjerit, mataku tertusuk pisau berbisa hingga air mata tangis berhenti.
Zonaku telah rapuh tertikam orang-orang yang tak punya hati dan tak tahu diri.
Nadiku telah putus terhunus pedang sehingga menderita mengeluar darah tak berhenti. Rambut, kumis, alis tercukur pisau oleh tangan yang tak tahu diri, menang sendiri, apa yang akan terjadi?.
Bulu-bulu, rambut, kumis, alis telah terkikis habis.
Manjau, 25 Maret 2005 Penyampai pesan, Yohanes Terang
Hidup Lama Bersama Karya
Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang.
Manusia mati meninggalkan nama dan karyanya.
Nama dan karya dua kata tak terpisakan yang memaknai pelaku dan hasil dalam karyanya yang nyata.
Bagi orang bijak berpandangan luas dan jauh kedepan, berbuat sesuatu tidak semata bagi dirinya sendiri, tindakannya selalu berguna bagi sesama.
Segala tindakan, yang kurang bijak akan membuat seseorang, nama dan karya tahan lama.
Pejuang sejati, berbuat dengan hati, saling berbagi, mencari solusi menciptakan sesuatu bernilai tinggi dapat diingat dikenang generasi ke generasi, tak habis ditelan waktu, tak hilang digerus usia.
Hari ini, kita semua, tunjukan pada dunia tindakan nyata, menanam tanaman yang berguna pakanan satwa serta menghargai bumi dimana kita sekarang berada.
Laman Satong, 10 Februari 2015 Penyampai pesan, Yohanes Terang
Jalan Pintas
Sempurna adalah harapan setiap manusia tak peduli apapun caranya.
Bagi yang lupa jalan pintas merupakan sebuah pilihan sederhana.
Budak oleh rasa cemas gelisah, kosong hampa dan putus asa.
Nirwana agung, racun, ketamakan orang-orang buta arti (narkoba) Bagi yang percaya “narkoba” sebuah bayangan hitam media pencabut nyawa.
Derita panjang, kurang percaya diri, lemah, duka derita hina.
Bisa terjadi dimana-mana, kota sampai desa tak pilih penguasa, kaya maupun papa.
Dampak dari lemahnya Iman, mencari surga sektika. Ibarat cancer ganas, virusnya menyebar kemana-mana.
Banyak cara yang dipakai untuk mencegahnya namun sia-sia. Orangtua, agama, aparatur negara, sekolah, sebuah baca dapat diguna untuk menghentikan itu semua.
Laman Satong, 10 November 2015 Penyampai pesan, Yohanes Terang (Berjuang tidak dengan kekerasan).
Sebelumnya, satu karya kumpulan puisi dan renungan bapak Yohanes Terang pernah diterbitkan oleh Gramedia, tentang “Menjaga Yang Tersisa Dari Laman Satong”.
Siang menjelang sore, saya menyudahi mengikuti aktivitas Si penyemai, pemelihara dan penjaga yang tersisa dari Laman Satong dengan dibekali dengan buah-buahan seperti pisang dan buah srikaya naga untuk kembali ke Ketapang. Saya merasa beruntung bisa mengintip aktivitasnya dengan kesederhanaan, kepedulian dan kerendahan hati serta kepedulian yang belum tentu banyak orang yang memilikinya.
Tulisan ini juga dimuat di blog kompasiana, selengkapnya dapat dilihat di :
By : Petrus Kanisius- Yayasan Palung