Gunung Palung Orangutan Conservation Program
Saat YP Melakukan Ekspedisi Pendidikan Lingkungan, Memperoleh Informasi Masih Maraknya Pembeli Dari Malaysia Mencari Geliga Kelasi, Paruh Enggang dan Trenggiling Hidup.
Kami banyak memperoleh informasi dari masyarakat tentang masih adanya pembeli khusus beberapa satwa dilindungi, adapun pembeli tersebut berasal dari Malaysia untuk mencari geliga kelasi, paruh enggang dan trenggiling terungkap saat diskusi dengan masyarakat di Desa Teluk Mutiara atau dulunya dikenal dengan nama Kenyauk. Hal tersebut tersaji saat Yayasan Palung melakukan ekspedisi pendidikan lingkungan, diskusi masyarakat dan pemutaran film lingkungan keliling kampung di Desa-desa di Kecamatan Sungai Laur, selama lima hari 13-17 september 2015.
Dalam diskusi tersebut, salah seorang peserta diskusi yang namanya enggan disebutkan mengungkapkan; “beberapa bulan lalu ada pembeli yang datang ke kampung-kampung dan mencari bila ada seperti geliga kelasi, paruh enggang dan trenggiling hidup”. Lebih lanjut dikatakan, untuk geliga kelasi harga per geliga kelasi dibeli dengan harga 300- 400 ribu rupiah. Sedangkan untuk harga paruh enggang dengan kisaran harga 500 ribu hingga 1 juta rupiah. Untuk harga trenggiling, perkilogramnya 400-450 ribu rupiah dalam keadaan hidup. tidak hanya itu, sisik trenggiling pun banyak dicari dengan kisaran harga 100-150 ribu rupiah per ons”, demikian jelasnya.
Tidak hanya itu, ternyata ancaman terhadap orangutan di Kecamatan Sungai Laur cukup tinggi. Perburuan masih terjadi. Yang cukup mengagetkan kami, saat kami bertanya dalam lecture di SMPN 01 Sungai Laur. Kagetnya kami adalah ketika kami bertanya; siapa yang pernah melihat langsung orangutan?. Tiba-tiba salah seorang murid mengaku dia pernah melihat bahkan makan orangutan kurang dari sebulan lalu. Menurutnya, orangutan yang ia makan tersebut didapatkan oleh ayahnya memburu di hutan sekitar Laur.
Pada saat ekspedisi pendidikan lingkungan, kami melakukan beberapa rangkaian kegiatan. Rangkaian kegiatan tersebut antara lain adalah melakukan lecture (ceramah lingkungan) di SMAN 1 Sungai Laur. Adapun materi yang di sampaikan antara lain tentang orangutan yang memiliki peranan besar terhadap kelestarian lingkungan dan manusia sebagai sumber hidup dan keberlanjutan nafas hidup. Selanjutnya pemutaran film lingkungan kami lakukan di desa Riam Bunut, Sungai Laur.
Di Pagi hari, pukul 08.00 Wib kami mengadakan puppet show (panggung boneka) di SDN 01 Sungai Laur. Adapun tujuan dari puppet show tersebut untuk menyampaikan informasi tentang orangutan sebagai satwa langka yang memiliki peranan besar bagi kehidupan masyarakat di sekitar hutan yang berbatasan dengan Taman Nasional Gunung Palung. Selanjutnya di sore hari sekitar pukul 16.00 Wib, kami mengadakan diskusi dengan masyarakat tentang apa ancaman habitat saat ini di desa mereka.
Di malam hari (16/9), kami melanjutkan pemutaran film lingkungan di Desa Teluk Mutiara. Adapun film lingkungan yang Kami putarkan antara lain adalah film dokumenter tentang hari esok yang menghilang dan beberapa film lingkungan lainnya serta film hiburan. Sebagian masyarakat tampak semangat dan sepertinya terhibur saat menonton film lingkungan yang kami suguhkan. Beberapa diantara mereka sesekali terlihat tertawa dan beberapa berkomentar sembari mengingat-ingat hal yang terjadi ketika masih maraknya perembahan hutan beberapa tahun lalu di kampung mereka. Sebelumnya di sore harinya kami melakukan juga diskusi masyarakat yang mana kami banyak mendapat informasi tentang ancaman dan masih adanya proses jual beli satwa.
Keesokan harinya, tepatnya di hari kamis pagi (17/9/ 2015) di tengah kabut yang cukup tebal kami menyempatkan untuk kembali memberikan materi pendidikan lingkungan dengan mengadakan lecture di SDN 5 Teluk Mutiara. Di setiap sekolah yang kami kunjungi tersebut juga, kami memberikan free test dan pos test tentang orangutan. Tujuannya untuk mengukur pengetahuan dan daya serap serta pemahaman mereka sebelum dan sesudah materi yang kami sampaikan. Di setiap sekolah yang kami kunjungi juga, kami selalu menyanyikan lagu Pongo (lagu tentang orangutan).
Setelah lima hari, kami dari Tim Pendidikan Lingkungan Yayasan Palung yang terdiri dari Mariamah Achmad, Edward Tang, Ranti Naruri dan Petrus Kanisius serta Herie Handoko salah seorang relawan kami menyudahi seluruh rangkaian kegiatan. Dalam perjalanan pulang menuju Ketapang, kami masih menjumpai kepulan asap dan kobaran api yang masih menyala dari sisa pembakaran lahan, diperkirakan untuk perladangan dan perkebunan dibeberapa wilayah di sepanjang perjalanan.
Tulisan ini sebelumnya dimuat di : http://pontianak.tribunnews.com/2015/09/19/ada-pembeli-yang-cari-paruh-enggang-ke-kampung
By : Petrus Kanisius ‘Pit’- Yayasan Palung