BKSDA Lepas Liarkan Penyu Sisik di Pantai Pulau Datok

Pelepasliaran Penyu
Petugas BKSDA Saat melepasliarkan Penyu Sisik. Foto dok. YP 

Minggu pekan lalu  (7/8/2016), Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat berserta Seksi Konservasi Wilayah I Ketapang melakukan pelepasliaran 1 ekor Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata) di Pantai Pulau Datok Kecamatan Sukadana Kayong Utara yang merupakan habitat aslinya. Sedangkan usia Penyu Sisik yang dilepasliarkan berusia ± 3 tahun.

Pelepasliaran itu sendiri langsung dihadiri oleh Bapak Ir. Sustyo Iriono, M.Si (Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam) Kalimantan Barat, Bapak Ruswanto (Kepala SKW I Ketapang), Daops Galaag Ketapang, Yayasan Palung dan Kontributor TVRI Kayong Utara.

Bapak Ruswanto menceritakan kronologis Penyu Sisik yang dilepasliarkan tersebut, bermula pada tanggal 03 Agustus 2016 petugas BKSDA Kalimantan Barat dalam ini Tim Gugus Tugas Evakuasi dan Penyelamat TSL Seksi Konservasi Wilayah I Ketapang bersama Daops Galaag Ketapang melakukan evakuasi 1 ekor Penyu Sisik hasil penyerahan dari Ibu Sonya di Taman Rekreasi Pantai Air Mata Permai, Ketapang.

Saat pelepasan penyu di pantai P. Datok
Foto saat pelepasliaran penyu sisik di Pantai Pulau Datok

Bahkan belum lama ini juga BKSDA Kalimanan Barat melalui SKW I Ketapang melakukan operasi terhadap telur penyu yang diperjualbelikan di Ketapang.

Edi Rahman dari Yayasan Palung menambahkan, Penyu sisik merupakan salah satu  sumberdaya hayati laut yang langka. Namun sangat disayangkan walaupun telah dimasukan ke dalam satwa dilindungi tetap saja terus mengalami penurunan populasi. Ini dikarenakan banyaknya perburuan telur Penyu serta perubahan bentangan alam yang menyebabkan terganggunya habitat hidup dan habitat peneluran penyu.

Di Kabupaten Ketapang terutama di pantai-pantai terlebih di Kecamatan Kendawangan merupakan salah satu habitat Penyu bertelur termasuk Penyu Sisik. Ada beberapa pulau yang menjadi lokasi Penyu bertelur termasuk Penyu sisik diantaranya Pulau Penambun, Pulau Batu Titi, Pulau Kelapa Condong, Pulau Gelam serta beberapa pulau lainnya. Pulau-pulau tersebut masuk dalam wilayah administratif Kecamatan Kendawangan. Namun saat ini, yang sangat disayangkan di beberapa pulau tersebut, banyak para nelayan yang selalu mampir untuk berburu telur Penyu untuk diperjualbelikan. Selain manusia yang menjadi ancaman terhadap telur Penyu adalah hewan predator seperti Anjing Laut dan biawak. (Pit-Yayasan Palung).

 

Tulisan ini juga dimuat dan bisa dibaca di :

http://pontianak.tribunnews.com/2016/08/11/bksda-lepaskan-penyu-sisik-ke-habitatnya-di-pulau-datok

http://pontianakpost.com/satu-penyu-sisik-dilepasliarkan

Malam Keakraban Keluarga Besar Yayasan Palung (GPOCP)

IMG_3109
Foto bersama Keluarga Besar Yayasan Palung (GPOCP). Foto dok. Yayasan Palung

IMG_3080.JPG

Cheryl Knott menyerahkan buku kepada Cassie Freund sebagai ucapan terima kasih dan kenang-kenangan. Foto dok. Yayasan Palung.

Senin (1/8/2016) kemarin, Keluarga besar Yayasan Palung makan malam bersama bertempat di Cafe Culinary, Ketapang.

Sebenarnya ini acara rutin yang diakan setiap tahun setiap kunjungan Direktur Eksekutif Yayasan Palung, DR. Cheryl Knott ke Indonesia. kekhususan dari makan malam kali ini adalah, Cheryl membawa seluruh keluarganya yaitu suaminya Tim Laman yang juga berulang tahun yang ke 55 pada malam itu, dan kedua anaknya yaitu Russel dan Jessica.

IMG_3032
Malam keakraban sekaligus merayakan Ulang tahun Tim Laman. Foto dok. Yayasan Palung 

Selain itu momen ini juga merupakan penyambutan terhadap Triana selaku Direktur Lapangan dan Terri selaku Direktur Program Yayasan Palung (YP) yang baru, menggantikan Ibu Cassie Freund yang sekaligus serah terima jabatan di YP pada malam itu secara resmi.

Cassie Freund selanjutnya akan melanjutkan pendidikan Strata-III  (S3) dan kembali ke Amerika. Adapun suasana makan malam sekaligus malam keakraban bersama ini bercampur aduk, ada gembira, haru sekaligus sedih.

Dalam sanbutannya, Cassie menyampaikan pesan kepada semua kawan-kawan agar semakin maju dan terus semangat dalam membangun Yayasan Palung di tahun-tahun mendatang. Sedangkan Ibu Cheryl mengucapkan terima kasih kepada Cassie yang telah melaksanakan tugas dengan baik selama memimpin Yayasan Palung.

Selain itu juga, dari beberapa staf menyampaikan pesan dan kepada Cassie selama kepemimpinannya yang boleh dikata sangat membantu dalam hal perbaikan-perbaikan dan terobosan baru bagi Yayasan Palung. Hampir semua keluarga besar Yayasan Palung hadir dalam acara tersebut.

By : Mayi & Edi- Yayasan Palung

Mengenal Satwa: Si Lutung Merah yang Cantik dan Dilindungi dari Kalimantan

Kelasi. Foto dok. gunungpalungnationalpark

 

Memiliki bulu berwarna kemerahan dan memiliki wajah berulas (bantalan pipi berkerut) kebiruan, memiliki jambul pendek sedikit berdiri. Sedidaknya itu yang menjadi ciri khusus dari salah satu spesies primata yang ada di Kalimantan, Indonesia.

Satwa yang disebut juga dengan nama lutung merah, yang dalam bahasa latinnya Presbytis rubicunda dan  termasuk keluarga (famili) Cercopithecidae.

Di seluruh wilayah hutan Kalimantan dan beberapa diantaranya terdapat di Sabah, Malaysia merupakan habitat hidup dari Satwa ini.

Menariknya lagi ciri khusus dari satwa ini, sewaktu masih bayi memiliki warna keputih-putihan dengan bercak hitam pada bagian bawah punggung dan melintang sebahu.

Seperti diketahui, biasanya lutung memiliki buru merah yang cantik. Hidup dari satwa ini adalah berkelompok, dalam satu kelompok 7-8 ekor dan dengan satu ekor jantan dewasa.

Sepanjang hari, kelasi atau lutung merah biasanya beraktivitas dan aktif di siang hari atau dalam kata lain termasuk satwa diurnal.

Si lutung merah, habitat hidupnya hutan-hutan primer dan sekunder. Tidak jarang mereka keluar dari hutan kemudian memasuki kawasan dan pemukiman warga untuk mencari makan apabila hutan tempat mereka berdiam telah rusak atau berkurang.

Adapun makanan favorit dari kelasi adalah dedaunan muda dan biji-bijian. Tidak jarang pula masyarakat yang memiliki kebun berbatasan langsung dengan kawasan hutan,  si lutung merah dianggap binatang nakal dan hama yang merusak tanaman mereka.

Ada cerita unik tentang kelasi di kalangan masyarakat di daerah Kayong (KKU dan Ketapang), Kalbar, Konon kalau menertawakan kelasi mengakibatkan cuaca menjadi hujan panas, namun cerita ini tidak terkonfirmasi sejak kapan mulanya beredar.

Sampai saat ini, keberadaan populasi lutung merah  di alam liar dari hari ke hari semakin terancam dikarenakan  beberapa penyebab utama seperti pembukaan lahan lahan berskala besar, kebakaran hutan, perburuan dan perdagangan satwa liar.

Sementara itu, perlindungan kelasi di Indonesia mengacu pada UU no 5 tahun 1990, tentang Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem, pasal 21 ayat 2 dan pasal 40 ayat 2. yang menyatakan; Dilarang menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memilihara, mengangkut, dan memperniagakan atau memperjualbelikan satwa dilindungi atau bagian-bagian lainnya dalam keadaan hidup atau mati, tertuang dalam (Pasal 21 ayat 2). Barangsiapa dengan sengaja melakukan pelanggaran sebagaimana ketentuan dimaksud akan dikenakan penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak 100 juta rupiah (pasal 40 ayat 2).

Selain itu juga, dalam Perundang-undangan Indonesia, kelasi dilindungi berdasarkan SK Mentan No. 247/Kpts/Um/4/1979 dan Peraturan Pemerintah  no. 7 tahun 1999.

Sedangkan dalam daftar Internasional, IUCN (International Union Conservation Nature), kelasi masuk dalam daftar resiko rendah( Lower Risk/least concern-LR/lc atau Apendiks II).

Semoga saja, kelasi si lutung merah dapat hidup dengan aman dan nyaman di habitatnya di pulau Kalimantan.

Sumber tulisan dari : Majalah Informasi Satwa (Majalah MiaS) Yayasan Palung, Buku Saku Pedoman jenis-jenis satwa liar yang dilindungi di Kalimantan dan dari berbagai sumber.

Baca juga tulisan di  http://www.kompasiana.com/pit_kanisius/si-lutung-merah-yang-cantik-dan-dilindungi-dari-kalimantan_57a019078e7e61060cf0960b        

By : Petrus Kanisius- Yayasan Palung

   

 

Inilah Perbedaan antara Kera dan Monyet

Rayap dan serangga termasuk makanan orangutan. Foto dok. Tim Laman dan Yayasan Palung

Rayap dan serangga termasuk makanan orangutan. Foto dok. Tim Laman dan Yayasan Palung

Di beberapa tempat tersebutlah seperti Kalimantan dan Sumatera (Indonesia) terdapat satwa yang di sebut kera dan di negara lain seperti di Afrika, Ada pula monyet. Keberadaannya hampir tersebar di sebagian besar wilayah di Dunia.

kebanyakan ada yang menyebut kera dengan sebutan monyet dan sebaliknya. Lalu mana sesungguhnya kera dan mana pula yang disebut monyet? Lantas, apa perbedaan antara kedua satwa ini?.

Apa saja satwa yang disebut kera dan apa yang disebut monyet? Pada dasarnya, sebagian besar literatur dan fakta memperlihatkan satwa yang umumnya disebut Kera adalah beberapa satwa yang tidak memiliki ekor. Di Dunia, tercatat hanya ada empat kera besar yang tersisa atau masih bertahan hidup.

Empat kera besar yang ada di dunia tersebut terdapat di dua benua; Afrika dan Asia. Kera besar tersebut adalah Gorilla, Simpanse, Bonobo yang mendiami benua Afrika. Sedangkan kera besar lainnya adalah orangutan, yang terdapat di Asia, lebih tetapnya di Indonesia (Pulau Sumatera dan Kalimantan). Selain itu ada juga kera kecil seperti satwa bernama kelempiau atau owa. Mengapa disebut monyet? Pada dasarnya disebut monyet, karena satwa tersebut memiliki ekor panjang. Seperti lutung, kelasi, bekantan dan beruk.

Perbedaan kera dan monyet antara lain adalah:

  1. Kera :
  • Tidak memiliki ekor
  • Ukuran tubuh lebih besar
  • Pergerakan lebih lambat
  • Soliter (sendiri/menyendiri/tidak berkelompok)
  1. Monyet
  • Memiliki ekor
  • Ukuran tubuh lebih kecil dibandingkan kera
  • Pergerakan lebih cepat dan lincah Hidup berkelompok

Monyet memiliki ekor yang cukup panjang. Foto dok. Tim Laman dan Yayasan Palung

Monyet memiliki ekor yang cukup panjang. Foto dok. Tim Laman dan Yayasan Palung

Pada dasarnya, kera dan monyet merupakan satwa yang unik serta memiliki kehkasannya masing-masing. Seperti misalnya, monyet bernama kelasi yang memiliki bulu kemerahan dan si kera kecil bernama kelempiau yang sangat cepat dan lincah. Selain itu juga, orangutan si kera besar yang memiliki tingkat kecerdasan 96,4 % .

Sampai saat ini, beragam populasi dan habitat hidup kera dan monyet berupa hutan semakin tahun semakin berkurang, bahkan dapat dikatakan mereka terancam di habitat hidupnya. Dari tahun ke tahun, jumlah populasi mereka diambang kepunahan terlebih terhadap orangutan di Kalimantan dan Sumatera di (Indonesia) dan kera besar (Great apes) seperti Gorila, Simpanse, Bonobo di Afrika serta kera kecil (Lesser apes) seperti kelempiau owa.  Terhimpitnya (hilangnya) habitat hidup mereka berupa hutan menjadi salah satu alasan utama keberadaan kera dan monyet dari waktu ke waktu semakin berkurang atau menyusut drastis. Demikian juga yang terjadi pada monyet seperti bekantan dalam ancaman kepunahan, mengingat habitat hidup dari bekantan (Si Hidung Mancung/ Monyet Belanda) habitat hidupnya hanya terdapat pesisir sungai di Wilayah Kalimantan.

Semoga saja kera besar, kera kecil dan monyet serta satwa lainnya yang mendiami bumi ini bisa lestari hingga nanti. Dengan harapan kepedulian dari semua pihak menjadi pilihan utama saat ini yang tidak bisa tawar-tawar.

By : Pit-YP

Selengkapnya dapat dibaca di: http://www.kompasiana.com/pit_kanisius/inilah-perbedaan-antara-kera-dan-monyet_57874263187b61dc0633344b

Dua Individu Kukang Kalimantan Diselamatkan di Sekitar Hutan Pantai

Kukang saat diselamatkan oleh  YIARI dan BKSDA SKW 1 Ketapang di kantor Yayasan Palung. Foto. dok. YP

Kukang saat diselamatkan oleh YIARI dan BKSDA SKW 1 Ketapang di kantor Yayasan Palung. Foto. dok. YP

Seperti diketahui satwa ini tinggal di hutan-hutan Kalimantan, Sumatera dan Jawa. Satwa ini sangat pemalu sesuai dengan namanya. Saat ini pula, keberadaan kukang atau si malu-malu di alam populasinya kian menyusut dan semakin langka dari tahun ke tahun. Minggu (24/7/2016) Kemarin, menjelang senja menyapa teman-teman dari FPTI Ketapang dan Sispala Care, SMAN 2 Ketapang yang saat itu berada di hutan dekat pantai secara tidak sengaja melihat dua primata tersebut tergeletak di tanah di sekitar Pantai Air Mata Permai Ketapang, Kalbar.

Merasa iba, mereka lalu menyelamatkan kedua primata yang bernama latin Nycticebus coucang tersebut dan langsung menyerahkannyan kepada Yayasan Palung (YP). Hingga saat ini tidak diketahui dengan pasti penyebab kedua primata tersebut berada diluar habitatnya.

Jpeg

Si malu-malu saat diselamatkan oleh teman-teman FPTI dan Sispala Care. Foto dok. FPTI & Sispala Care.

Selanjutnya, YP menghubungi Yayasan IAR Indonesia (YIARI) untuk mengambil si malu-malu. Si malu-malu yang dimaksud tidak lain adalah nama lain dari kukang karena sifatnya yang pemalu. Keesokan harinya (25/7/2016), YIARI bersama BKSDA SKW 1 Ketapang melakukan rescue satwa yang aktif di malam hari (nokturnal) tersebut di Kantor Yayasan Palung.

Sebelum melakukan rescue diadakan penandatanganan surat penyerahan kedua primata tersebut. Kedua kukang tersebut selanjutnya dibawa ke pusat rehabilitasi Yayasan IAR Indonesia (YIARI) di Desa Sungai Awan Kiri untuk direhabilitasi beberapa waktu hingga siap untuk dilepasliarkan kembali.

Saat ini, merunut dari daftar dari International Union for Conservation of Nature (IUCN), kukang Kalimantan (Niycticebus menagensis) dan kukang Sumatera(Nycticebus coucang) masuk dalam status rentan (vulnerable). Sedangkan kukang Jawa (Nycticebus javanicus) masuk dalam status kritis atau terancam punah (critically Endangered).

Menariknya lagi, satwa yang dikenal pemalu dan menyukai tempat gelap ini termasuk dalam kelompok kera kecil (Lesser ape) karena tidak memiliki ekor. Untuk penyebutan lebih cocoknya tidak dua ekor kukang, tetapi dua individu kukang. Dalam UU no 5 tahun 1990, tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem, kukang di masukan dalam daftar satwa yang dilindungi. Perdagagan dan perburuan ilegal menjadikan primata/satwa pemalu ini semakin berkurang jumlahnya dari tahun ke tahun termasuk habitat hidupnya berupa hutan yang semakin menyempit.

By : Pit-YP

Selengkapnya dapat dibaca juga di: http://www.kompasiana.com/pit_kanisius/dua-individu-kukang-kalimantan-diselamatkan-di-sekitar-hutan-pantai_5796f544d17a61c8068b4577

 

Apa yang Menarik dari Orangutan dan Mengapa Orangutan Perlu Diselamatkan

???????????????
Orangutan yang ada di Gunung Palung. Foto dok. Tim Laman

Orangutan merupakan salah satu kera besar yang ada di Asia, lebih khusus di dua Pulau yaitu Pulau Sumatera dan Kalimantan. Sayangnya, orangutan yang merupakan satwa endemik saat ini sangat terancam punah keberadaannya di habitat hidupnya.

Selain itu, masih banyak lagi hal yang menarik dari orangutan seperti : Keberadaan Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus) dan Orangutan Sumatera (Pongo abelii) adalah salah satu kebanggaan kita di Indonesia, lebih khusus di dua pulau (Sumatera dan Kalimantan). Kebanggaan tersebut tidak lain karena orangutan menjadi simbol (tanda) bahwa keberadaan hutan di Dua tempat yang di maksud memiliki keunikan dan kelengkapan keanekaragaman hayati yang melimpah. Namun, sayangnya saat ini keberadaan hutan tersebut mengalami penurunan drastis (deforestasi) akibat perluasan lahan.

Oranguatan (orang utan) orang yang tinggal di hutan. Jika boleh dikata, orangutan dan orang rimba (orang yang hidup tinggal di hutan/orang kampung/masyarakat adat; mereka yang tidak terpisahkan dari hutan, hutan sebagai sumber hidup) dan mereka adalah penjaga sejati hutan  di dua tempat ini (Sumatera dan Kalimantan).  Mereka (orangutan dan orang yang tinggal di sekitar hutan-red) tidak sedikit memiliki peran atau berperan besar sebagai penyebar dan penanam tumbuh-tumbuhan. Akan tetapi, saat ini orangutan dan orang yang tinggal di sekitar hutan mulai terhimpit di habitat hidup mereka, salah satunya karena kalah bersaing dengan maraknya investasi yang mengorbankan jutaan hektar hutan. Hal ini tidak jarang membuat makhluk hidup lain juga terancam.

Orangutan merupakan satwa endemik/ khas/ langka yang dimiliki oleh Indonesia (Sumatera dan Kalimantan) yang memiliki 96,4% kemiripan genetik dengan manusia. Salah satunya karena orangutan betina pada saat mengandung dalam rentang waktu rata-rata 8,5 bulan hingga ada yang 9 bulan. Sejatinya masih banyak lagi hal menarik lainnya dari orangutan.

Selengkapnya dapat dilihat di : http://bit.ly/2a4LfLz Selanjutnya, dari banyak hal yang menarik dari orangutan tersebut, tetapi  sesungguhnya menjadikan orangutan saat ini perlu diselamatkan. Diantaranya adalah karena keberadaan populasi orangutan yang mendiami kedua pulau tersebut terancam punah, diperkirakan keberadaan orangutan Kalimantan yang tersisa saat ini, diperkirakan 54.000 individu di seluruh wilayah Borneo (Kalimantan) dan kurang lebih 6.500-an individu orangutan yang tersisa di Sumatera, (Sumber data, dari WWF).

Dari tahun ke tahun keadaan orangutan sangat memprihatinkan keberadaannya di habitat hidupnya. Selain semakin sulitnya mereka untuk berkembang biak, juga keberadaan mereka yang tersisa berada dalam ancaman nyata. Tersebutlah, pembukaan lahan secara besar-besaran, masih maraknya perburuan dan perdagangan terhadap satwa liar terutama orangutan kian memprihatinkan. Tatanan regulasi (tata aturan perundang-undangan) yang mengatur terkait Undang-Undang nomor 1990 tentang Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem, masih saja terus dilanggar oleh berapa oknum di banyak tempat lebih khusus di dua wilayah yang menjadi sebaran dari habitat orangutan. Selain juga, para pelaku perburuan dan perdagangan satwa liar. Ditambah lagi dengan masih adanya industri perkayuan baik yang legal logging ataupun ilegal logging.

Kabar buruknya lagi, dalam daftar IUCN, (data terbaru IUCN)  yang diterbitkan tahun 2016 ini, memasukkan orangutan dalam daftar sangat terancam punah. Mengingat, sebelumnya orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus) atau Borneo Orangutan berada dalam daftar terancam punah kini menjadi sangat terancam punah (red list/daftar merah). Berikut daftar satwa yang terancam punah, dapat dilihat di link  http://bit.ly/29UeVty dan daftar satwa yang sangat terancam punah di http://bit.ly/29GkxXl .

Saat ini, tidak sedikit lembaga konservasi dalam dan luar negeri ikut ambil bagian dalam menyelamatkan orangutan dari ancaman kepunahan. Selain juga pihak-pihak Swasta dan pemerintah beberapa diantaranya memiliki program untuk menyelamatkan hutan dan orangutan dari kepunahan. Semoga saja hutan bisa tetap lestari dan orangutan dapat terselamatkan. Semoga saja…

By : Pit- YP

Selengkapnya dapat dibaca di : http://www.kompasiana.com/pit_kanisius/apa-yang-menarik-dari-orangutan-dan-mengapa-orangutan-perlu-diselamatkan_5795ade324afbd210e4aa40f

Melalui Siaran Radio, Berbagi Info tentang Ragam Tipe Vegetasi Hutan dan Tumbuhan Endemik yang Ada di Taman Nasional Gunung Palung

Endro Setiawan, dari TNGP sebagai narasumber saat berbagi cerita dalam mata acara Bincang Hijau di Radio RKK. Foto dok. Desi Kurniawati YP

Endro Setiawan, dari TNGP sebagai narasumber saat berbagi cerita dalam mata acara Bincang Hijau di Radio RKK. Foto dok. Desi Kurniawati YP

Untuk kesekian kalinya Yayasan Palung berkesempatan cuap-cuap dengan mata acara bincang hijau di Radio Kabupaten Ketapang, dengan mengetengahkan pembahasan tentang Vegetasi Hutan dan Tumbuhan Endemik. Kali ini Vegetasi Hutan dan Tumbuhan Endemik di Taman Nasional Gunung Palung, Senin (19/07/2016).

Dalam kesempatan bincang hijau tersebut, hadir sebagai narasumber adalah Endro Setiawan,  Pengendali Ekosistem Hutan Pertama, dari Balai Taman Nasional Gunung Palung (BTNGP) yang juga, berpengalaman dalam pendampingan penelitian.

Endro Setiawan merupakan salah satu Kepala Unit yang bekerja di Stasiun Penelitian Cabang Panti, Taman Nasional Gunung Palung. Seperti diceritakannya, setidaknya Mas Endro, demikian ia disapa sehari-hari menceritakan pengalamannya selama 16 tahun meneliti bersama peneliti dari dalam ataupun dari luar negeri.

 

Buah-buahan hutan termasuk sumber makanan utama (pakan) orangutan. foto dok. Tim Laman dan Yayasan Palung

Buah-buahan hutan termasuk sumber makanan utama (pakan) orangutan. foto dok. Tim Laman dan Yayasan Palung

Gunung Palung yang merupakan kawasan hutan tropis dipterocarp terbaik, hampir dipastikan sebagian besar hutan adalah kawasan hutan yang masih primer. Ragam tumbuhan seperti meranti, jelutung, ulin, rengas, pulai, damar, akar, liana dan tumbuhan obat. Ragam jenis tumbuhan seperti anggrek, terlebih anggrek hitam yang masuk dalam tumbuhan endemik  dan ciri khusus dari hutan sub alpin terdapat ragam tumbuhan-tumbuhan seperti lumut, ganggang, kantong semar dan juga pohon yang tumbuh di sub alpin juga terdapat pohon-pohon yang Kerdil.

Menariknya seperti lebih lanjut dijelaskan oleh Endro, tipe hutan di Gunung Palung yang hanya memiliki ketinggian 1.116 mdpl tetapi memiliki hutan sub alpin. Mengingat, pada umumnya hutan Sub alpin berada diketinggian diatas 3000 mdpl. Adanya hutan Sub alpin di Gunung palung dikarenakan adanya The Massenerhebung effect (Efek Massenerhebung) yang merupakan variasi dalam garis pohon berdasarkan ukuran gunung dan lokasi. Secara umum, pegunungan dikelilingi oleh rentang besar akan cenderung memiliki garis pohon lebih tinggi dari pegunungan lebih terisolasi karena retensi panas dan bayangan angin. Efek ini penting untuk menentukan pola cuaca di daerah pegunungan, sebagai daerah ketinggian yang sama dan lintang mungkin tetap memiliki iklim jauh lebih hangat atau lebih dingin berdasarkan sekitarnya pegunungan.

Selain itu, hasil dari penelitian di Stasiun Riset Cabang Panti, TNGP menyebutkan setidaknya, ada 300 jenis tumbuhan yang dikonsumsi atau menjadi pakan orangutan, lebih dari yang terdiri dari: 60% terdiri dari buah, 20% bunga, 10% daun muda dan kulit kayu serta 10% serangga (seperti rayap).

Tumbuhan dominan yang dikonsumsi buahnya oleh orangutan adalah dari family Sapindaceae/sapindales (rambutan, kedondong, matoa dan langsat), Lauraceae (alpukat dan medang), Fagaceae (petai dan kacang kedelai atau termasuk jenis kacang-kacangan), Myrtaceae/myrtales (jenis jambu-jambuan), Moraceae (ficus/kayu ara) dan lain-lainnya.
Kesemua buah-buahan hutan tersebut, setidaknya itulah yang paling digemari oleh burung enggang dan orangutan beserta satwa lainnya seperti kelempiau dan kelasi serta beberapa satwa lainnya yang mendiami hutan di Kawasan Taman Nasional Gunung Palung (TNGP).

Selain itu, di Gunung Palung terdapat pula ragam satwa endemik seperti orangutan, kelempiau, kelasi, enggang (rangkong), julang dan beberapa jenis satwa lainnya seperti burung dan jenis kodok. Setidaknya dalam data, terdapat 190 jenis burung dan 35 jenis mamalia yang berperan sebagai pemencar biji tumbuhan di hutan. Seperti diketahui, menurut penelitian di Taman Nasional yang memiliki luasan 90.000 ha tersebut jugat memiliki ragam tipe hutan, tipe hutan tersebut adalah Hutan Rawa gambut di ketinggian 5-10 mdpl, Hutan Rawa Air Tawar di ketinggian 5-10 mdpl, Hutan Tanah Alluvial di ketinggian 5-50 mdpl, Hutan Batu Berpasir Dataran Rendah di ketinggian 20-200 mdpl, Hutan Granit Dataran Rendah di ketinggian 200-400 mdpl, Hutan Granit Dataran Tinggi di ketinggian 350 – 800 mdpl dan Hutan Pegunungan di ketinggian 750-1.100 mdpl, (Marshall, Andrew J, 2008). Selanjutnya ada Hutan Kerangas (hutan yang sangat miskin unsur hara) yang paling sedikit luasannya yaitu 7,6 ha dari total luas Cabang Panti. Dengan demikian dapat dikatakan vegetasi hutan yang ada di Taman Nasional Gunung Palung merupakan tipe vegetasi hutan yang paling lengkap.

Ragam tipe hutan yang terdapat di kawasan Taman Nasional Gunung Palung (TNGP) setidaknya menjadi kekayaan alam yang tidak ternilai harganya, yang juga dapat dijadikan sebagai sumber ilmu pengetahuan.

By : Pit- YP

Selengkapnya dapat di baca di :  http://www.kompasiana.com/pit_kanisius/mengupas-ragam-tipe-vegetasi-hutan-dan-tumbuhan-endemik-yang-ada-di-taman-nasional-gunung-palung_578efef0d793737214826a47

 

Laporan Tahunan Yayasan Palung 2015

Laporan tahunan YP 2015

Laporan tahunan Yayasan Palung (GPOCP), tahun 2015

Berikut laporan tahunan Yayasan Palung (GPOCP) 2015 ;
terkait program-program dan kegiatan yang Yayasan Palung lakukan, dapat dilihat di :
http://pub.lucidpress.com/GPOCP-2015-Bahasa/

Orangutan Kalimantan Masuk dalam Daftar Sangat Terancam Punah IUCN 2016

Orangutan Kalimantan_masuk daftar merah_dok. IUCN

Orangutan Kalimantan masuk daftar sangat terancam punah atau  daftar merah (red list) Foto data dok. IUCN 2016


Belum lama ini, IUCN kembali mengeluarkan daftar baru yang sangat mengejutkan sekaligus membuat sedih.

Daftar tersebut memasukkan orangutan Kalimantan ke dalam Daftar Sangat terancam punah. Adanya data terbaru ini, artinya menambah daftar panjang satwa langka dan dilindungi semakin kritis di habitat hidupnya.

Dalam daftar IUCN yang diterbitkan pada tahun 2016 ini (data terbaru IUCN) merupakan kabar buruk. Mengingat, sebelumnya orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus) atau Borneo Orangutan  berada dalam daftar terancam punah kini menjadi sangat terancam punah (red list/daftar merah).

Status Orangutan Kalimantan masuk Daftar merah

Status Orangutan Kalimantan masuk Daftar merah/red list. Foto data dok. IUCN 2016.

Ini artinya kabar buruk yang semakin menyedihkan setelah terdahulu di tahun-tahun sebelumnya Orangutan Sumatera (Pongo abelii).

orangutan-dan-bayinya-di-tngp-foto-dok-yayasan-palung-dan-tim-laman-5698bdcf149373dc04b4bd31
Orangutan Kalimantan. Foto dok. Tim Laman & Yayasan Palung

Penilaian ini dilakukan oleh tim peneliti untuk International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) yang terdiri dari  Ancrenaz, M., Gumal, M., Marshall, A.J., Meijaard, E., Wich, S.A. & Husson, S.  Adapun penilaian ini dilakukan pada 8 Februari 2016, (Sumber data IUCN 2016) …..Untuk Membaca Selengkapnya di : http://www.kompasiana.com/pit_kanisius/orangutan-kalimantan-masuk-dalam-daftar-sangat-terancam-punah-iucn-2016_5783372f1d23bd6916c8810d

Ayo! Semua Nonton Bareng Film Mission Critical : Orangutan on The Edge di Cafe Oxxy

Walimah 1 jadi
Stop!!! Merusak Hutan, Lindungi Kehidupan Orangutan. Foto dok. Yayasan Palung

Buat semua kawan atau siapa saja ayo!  Kita bersama menyaksikan/ nonton bareng (Nobar) tentang film; Mission Critical : Orangutan on The Edge yang betempat di Cafe Oxxy, kota Ketapang, pada hari jumat, 24 Juni 2016. Adapun nobar tersebut rencananya dilaksanakan pada pukul 20.30  Wib.

Bermula pada tahun 1980-an GPOP (Gunung Palung Orangutan Project) mengadakan penelitian Orangutan di Cabang Panti, Kawasan Taman Nasional Gunung Palung (TNGP) yang luasnya 2100 Ha. Penelitian tersebut dilakukan oleh Cheryl Knott dan Tim Laman beserta para asisten yang berasal dari wilayah Sukadana.

Dari pengalaman selama penelitian, melihat terdapat ancaman terhadap habitat dan orangutan di TNGP, GPOP kemudian membentuk sebuah lembaga non profit Yayasan Palung (Gunung Palung Orangutan Conservation Program-GPOCP) pada tahun 2002 dengan program awal yaitu Pendidikan Lingkungan untuk penyadartahuan kepada anak-anak dan masyarakat luas tentang konservasi Orangutan dan Habitatnya di dua Kabupaten Ketapang dan Kayong Utara. Maka hadirnya film Mission Critical : Orangutan on The Edge, merupakan pengalaman panjang penelitian yang dilakukan di Stasiun Riset Cabang Panti untuk dikemas dalam sebuah film, yang pada tahun 2015 oleh Tim Laman dan Nat-Geo Wild membuat sebuah film dokumenter berseri dan bercerita tentang kehidupan orangutan di Gunung Palung.

Sekilas tentang Sinopsis film Mission Critical : Orangutan on The Edge atau kurang lebih boleh dikata (Misi Kritis: Misi Orangutan Di Bumi yang hampir punah):

Film tersebut bercerita tentang orangutan bernama Walimah yang hidup di Taman Nasional Gunung Palung. Film ini hadir dan menceritakan kehidupan alam liar orangutan yang mendiami kawasan Gunung Palung, lebih khusus Orangutan Walimah sejak usianya bayi hingga dewasa. Selain itu, dalam film tersebut menceritakan pula para peneliti, diantaranya pasangan Tim Laman dan Cheryl Knott yang mencurahkan hidup mereka untuk meneliti perilaku-perilaku orangutan yang sangat menarik serta syarat akan ilmu pengetahuan. Di bagian lain bercerita tentang keberadaan orangutan yang berada di luar kawasan konservasi dalam ancaman nyata. Sudah pasti film tersebut sangat menarik. Anda Penasaran??? Untuk lebih lengkapnya, saksikan secara langsung bersama kami di  Channel Nat-Geo Wild.

Semoga saja, kawan-kawan semua dapat meluangkan waktu untuk menyaksikan film dokumenter ini, dengan harapan semoga dengan hadirnya film ini juga ada tumbuh semangat konservasi terlebih terhadap orangutan dan hutan dapat lestari hidup dan terselamatkan dari ancaman kepunahan di muka bumi ini.

By : Petrus Kanisius-Yayasan Palung