Si Manis yang Nasibnya Kini Tak Lagi Manis 

Si Manis javanica yang dijumpai di Bukit Tarak. Foto dok : Wawan Pematang Gadung,Yayasan Palung

Si Manis atau dalam bahasa latinnya Manis javanica dan dalam Bahasa Inggrisnya disebut dengan nama Sunda Pangolin atau Malayan Pangolin, yang dalam bahasa Indonesia disebut trenggiling, saat ini (kini) nasibnya tak lagi manis.

Sabtu (16/2/2019) kemarin, Dunia selalu memperingati dan mengingatkan kepada kita terkait Hari Trenggiling (Pongolin Day). Banyak hal di hari Pongolin Day ini kita diingatkan terkait banyak yang menyebabkan si manis nasibnya kini tak lagi manis kini. Persoalan utama hewan pemakan rayap dan semut tersebut tak lain diambang terancam punah karena habitat dan populasi mereka dari tahun ke tahun semakin menurun.

Hilangnya sebagian besar luasan tutupan hutan menjadi penyebab utama si manis kini nasibnya semakin memprihatinkan karena mereka sudah semakin sulit untuk hidup di rumahnya. Hal lainnya lagi diperparah oleh masih seringnya terjadi kasus-kasus perburuan, perdagangan serta nasib tragisnya lagi daging-daging trenggiling dikonsumsi dan sisik-sisiknya diperjualbelikan.

Perdagangan sisik si manis (trenggiling) yang semakin masif dan merajalela terjadi, demikian juga para pemburu yang tanpa ragu terus mencari dan memburu seolah tanpa ada menaruh rasa iba dan rasa akan nasib keberlanjutan mereka (si manis/trenggiling) nantinya.

Mengutip dari laman tirto.id, terkait perdagangan tehadap si manis menyebutkan; Data yang dikumpulkan oleh peneliti dari berbagai sumber menyatakan ada 111 catatan penyitaan terhdap trenggiling dalam jangka waktu 6 tahun. Indonesia disebut sebagai negara pemasok, tempat penyitaan, dan dalam satu kasus, sebagai negara tujuan. Dari catatan tersebut, terhitung ada 35.632 ekor trenggiling yang diselundupkan atau rata-rata 321 ekor per penyitaan. Sayangnya, dari jumlah tersebut, diperkirakan hanya 2.884 trenggiling ditemukan dalam keadaan hidup. Sebagian besar penyitaan, yakni 79 persen, merupakan spesimen mati atau merupakan potongan bagian tubuh. Penelitian sebelumnya pada 2002 dan 2008 menemukan 49.662 ekor trenggiling diperdagangkan hanya dari 18 penyitaan. Rata-rata per sekali penyitaan sekitar 2.759 ekor trenggiling.

Yang lebih parahnya lagi, sisik-sisik dari hewan nokturnal tersebut digunakan oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab untuk digunakan sebagai bahan narkoba yang tentu sangat negatif dan melanggar undang-undang serta sangat berbahaya. Dua hal yang boleh dikata, dengan terus meningkatnya permintaan akan sisik trenggiling maka akan ada dua makhluk yang menjadi korban (trenggiling  dan manusia). Populasi trenggiling sering diminati berarti juga mendukung kejahatan narkotika.

Permintaan dengan harga yang terus menerus semakin tinggi dari pasar gelap (ilegal) menjadikan si manis semakin tak manis (diambang kepunahan). Maka tak heran, status si manis (trenggiling) masuk dalam daftar merah (red list) yaitu Critically Endangered (CR) atau keadaannya saat ini keadaaanya Kritis. Dengan kata lain, nasib hidup trenggiling menghadapi resiko tinggi atau sangat terancam punah di habitat hidupnya. Naik satu tingkat lagi maka trenggiling dikhawatirkan akan punah di alam liar (di habitat hidup mereka berupa hutan).

Status IUCN Trenggiling_Manis Javanicus_Sunda Pangolin. Capture dari data IUCN Red List

Pemerintah Indonesia juga menetapkan si manis (trenggiling) sebagai hewan yang dilindungi oleh Undang-undang No. 5 tahun 1990 Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya. Dalam UU tersebut secara jelas melarang siapa untuk memelihara dan memperjualbelikan satwa dilindungi. Bagi yang melanggar ketentuan akan dipidana penjara 5 tahun dan denda 100 juta rupiah.

Nafas kehidupan semua makhluk hidup satu dengan yang lainnya memiliki peranan yang tidak terpisahkan satu dengan sama lainnya. Satu kesatuan makhluk hidup tidak bisa disangkal harus terus menerus berkesinambungan dan tak terpisahkan. Bila ada yang tersisih dari rantai satu kesatuan kebersamaan semua makhluk pasti akan berdampak juga kepada lingkungan global.

Victoria Gehrke,Asisten Direktur Yayasan Palung, mengatakan; Trenggiling merupakan satwa yang luar biasa dan merupakan satwa asli kebanggaan Indonesia.

Lindungi dan jaga mereka dari berbagai ancaman yang ada. Salah satu cara dengan tidak memburu, tidak mengkonsumsi dan tidak memperdagangkan satwa ini, apalagi dengan tidakan-tidakan ekstrim. 

Tanggal Februari 16 Dunia konservasi memperingatinya sebagai hari trenggiling (Pangolin Day), mari kita semua berperan serta menjaga dan melindungi satwa cantik ini dengan semangat kesadaran dari kita semua untuk mencegah/menghentikan tindakan-tindakan kejahatan terhadap satwa dilindungi lebih yang mengerikan tersebut. 

Jika Anda mengetahui adanya perdagangan satwa liar seperti  (Pangolin/Trenggiling)  yang dijual di mana saja, pastikan untuk melaporkannya ke Yayasan Palung di savegporangutans@gmail.com  atau 05343036367 dan kami akan melindungi identitas pelapor”.

Berharap si manis bisa tetap hidup manis di tempat hidup asli mereka di mana pun, tidak terkecuali di hujan tropis dataran rendah. Biarkan mereka tetap lestari hingga nanti dengan syarat ada penghargaan dan kesadaran dari kita tidak terkecuali pemburu agar berhenti berburu trenggiling.

Artikel sebelumnya dimuat di Tribun Pontianak, monga dan Kompasiana di link berikut :

Petrus Kanisius-Yayasan Palung

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

%d blogger menyukai ini: